Upacara Adat Jemblung Somopuro, Ungkapan Syukur dari Perut Bumi

Bias senja mengantar iring-iringan warga menyusuri jalan turunan menuju pintu gua Somopuro. Gua yang di percaya memiliki nilai histori tentang sosok  Somo Adhipuro, Priagung kang misuwur (tokoh yang disegani karena kearifannya), sesepuh desa yang menjadi cikal bakal berdirinya desa Bungur.  Seakan berbagi bingar sore, sorot lampu berpedar begitu indah memantul cahaya warna warni diantara stalaktit dan stalakmit gua. Aroma dupa ratus seakan menyatu dalam kepulan asap putih yang membumbung memenuhi plataran gua menandai dimulainya ritual Jemblung Somopuro.

 

Sesepuh desa didampingi kepala desa Bungur Tri Susilo berjalan beriringan bersama warga masyarakat memasuki Goa Somopuro untuk memulai ritual upacara adat bersih desa “Jemblung Somopuro”.

kimpena.kabpacitan.id-Goa Somopuro  merupakan sebuah kawasan wisata gua purba yang berada di padusunan Pule, Desa Bungur, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan. Berada sekitar 25 kilometer timur Pacitan. Berjarak sekitar 2 kilometer dari pusat kecamatan. Di padusunan ini masyarakat masih melestarikan “nguri-uri”  tadisi budaya upacara adat Jemblung Somopuro.

Jemblung dalam masyarakat setempat dimaknai sebagai tempat berbentuk cerukan air, rongga atau sesuatu yang dalam. Biasannya,  bila di lempari sesuatu atau meneriakkan sesuatu kearah cerukan itu berbunyi gaung “blung”.

Tradisi yang dikemas dalam bentuk upacara adat bersih desa ini  merupakan bentuk syukur warga kepada Sang Pencipta, atas karunia sumber air dari perut bumi goa Somopuro yang melimpah dan tidak pernah kering. Dengan sumber mata air tersebut Warga bisa mengairi sawah dan melakukan aktifitas lainnya di sumber tersebut. “Kendati kemarau panjang, sumber mata air di dusun ini sangat melimpah, kehidupan warga begitu tentram, warga menjadi dekat satu sama lain, suasana kegotongroyongan masih sangat erat dalam kehidupan keseharian warga,” ungkap Tri Susilo, Kepala Desa Bungur.

Selain itu, upacara adat jemblung Somopuro ini juga merupakan bentuk refleksi kebatinan warga padusunan Pule akan hadirnya sosok Somo Adhipuro. Masyarakat setempat menjulukinya Priagung Kang Misuwur (Tokoh yang disegani karena kearifannya). Sesepuh desa yang menjadi cikal bakal berdirinya desa Bungur.

Tradisi bersih desa “Jemblung Somopuro” ini  diawali dengan kegiatan pembersihan. Biasanya dilakukan dengan membersihkan, halaman, masjid, jalan-jalan atau gang-gang yang jarang dilewati orang. Hal ini dimaksudkan agar keadaan kampung atau desa nampak bersih. Kegiatan pembersihan ini dilakukan secara bersama-sama dengan gotongroyong/kerja bakti.

Menjelang senja, penduduk yang mengikuti upacara adat bersih desa ini berbaris beriringan. Tak lupa aneka rupa olahan makanan berupa nasi tumpeng lengkap tersaji dalam baki yang mereka bawa.

Sesepuh desa, kepala desa dan warga memasuki plataran goa menuju tempat ritual bersih desa.

Sesepuh desa yang berada dibarisan paling depan nampak komat-kamit merapalkan mantra, membakar dupa dan kemenyan dalam sebuah bokor kuningan. Sembari perlahan berjalan pelan beriringan memasuki plataran gua.

Sesepuh desa meletakkan bokor kuningan berisi sesaji di depan ceruk batu, sebagai tanda dimulainnya upacara adat Jemblung Somopuro.

Tepat didepan ceruk batu yang berada dipintu masuk goa, sesepuh desa tersebut sejenak bersimpuh, meletakkan bokor dupa, asap putih mengepul  menebarkan aroma wewangian , suasana begitu hening, hanya suara-suara angin terdengar lirih menggaung menyusur dinding dan rongga gua. Usai meletakkan sesaji, sesepuh desa tersebut kemudian beranjak mengambil kendi (tempat air yang terbuat dari tanah) untuk di isi air suci yang mengalir didasar gua. Air suci tersebut kemudian dibagikan kepada warga sebagai bentuk pensucian diri dari segala bentuk perbuatan yang mencerminkan keburukan. Air wening tersebut juga dipercaya mampu memberikan sugesti pengusir mara bahaya, pengusir hama tanaman padi warga. “Air merupakan sumber kehidupan, air yang mengalir dari dalam gua Somopuro telah membuat sawah-sawah warga teraliri air setiap musim, Ini merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa atas apa yang telah diciptakan, kita harus menjaga dan merawatnya,” tukas Tri Susilo.

Dipimpin seorang modin, acara ditutup dengan doa dan kenduri, sebagai bentuk rasa syukur warga terhadap keberkahan yang diberikan Sang Pencipta.

Tak berselang ritual itupun selesai. Penduduk bersama sesepuh desa kemudian beranjak menuju pelataran goa. Mereka kemudian duduk berkumpul membentuk lingkaran diplataran pintu gua untuk mengadakan kenduri dan doa bersama yang di dipimpin oleh seorang yang disebut “Modin”.

Tradisi upacara adat bersih desa “Jemblung Somopuro” ini merupakan salah satu kearifan lokal yang mengajarkan kita untuk senantiasa menjaga keseimbangan alam. Kenduri yang digelar di sumber air, menandakan begitu pentingnya setiap manusia untuk menjaga sumber air sebagai salah satu sumber kehidupan manusia.  (Admin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *