Lawan Disinformasi : Jaga Harmoni, Rawat Toleransi dan Keberagaman

Purwo Sasongko, salah satu pembicara dari Dinas Kominfo Kabupaten Pacitan didepan peserta Workshop Jurnalistik Pewarta Warga “Melawan Disinformasi Menjaga Keberagaman” di Balai Desa Ngumbul, Kecamatan Tulakan Kabupaten Pacitan.Selasa (24/9/2019).

kimpena.kabpacitan.id-Sesungguhnya platform media sosial hadir untuk menjembatani   komunikasi atau interaksi sosial antar warga. Tetapi yang terjadi kerap sebaliknya , orang sekarang lebih banyak menjadi anti sosial gara-gara media sosial.  Pesan itu disampaikan Purwo Sasongko, salah satu pembicara dari Dinas Kominfo Kabupaten Pacitan didepan peserta Workshop Jurnalistik Pewarta Warga “Melawan Disinformasi Menjaga Keberagaman” di Balai Desa Ngumbul, Kecamatan Tulakan Kabupaten Pacitan.Selasa (24/9/2019).

Menurutnya, media sosial sangat rentan dan mudah terdistorsi sehingga rawan munculnya disinformasi.  “Disinformasi sendiri adalah kabar bohong yang benar-benar bohong, mengada-ada,  menciptakan sesuatu yang benar-benar  tidak ada sama sekali, sepenuhnya  direkayasa, tanpa bukti, hanya karangan.

Kata bahasa Inggris disinformation adalah  pinjam terjemah dari kata bahasa Rusia  dezinformatsiya, berasal dari nama  sebuah departemen propaganda hitam KGB,” terang Purwo Sasongko.

Diakuinya, disinformasi dalam Jagat maya menjadi sebuah keniscayaan. Dampak munculnya revolusi industri dan juga revolusi tehnologi, telah menggeser pola prilaku, kebutuhan dasar masyarakatnnya. Realitasnnya sebagian besar masyarakat Indonesia masa kini telah menikmati kehidupan yang serba canggih dimana kita selalu terhubung dengan akses internet.

Infografis Memahami Karakter “Monster Disinformasi”

“Artinya kita tidak mungkin menghentikan itu semua, apalagi berbagai kemudahan ditawarkan,  Kita dapat dengan mudah mengakses beragam informasi terbaru baik dari portal berita maupun media sosial, mulai dari yang ringan hingga berat melalui gawai yang kita miliki.  Ibarat sudah menjadi kebutuhan primer, pengeluaran internet bahkan sudah masuk ke dalam anggaran pengeluaran rutin. Mau tidak mau, suka tidak suka kita itulah realitas yang harus kita hadapi saat ini,” ujarnya.

Yang musti disiapkan untuk menghadapi itu semua lanjut Purwo, adalah melakukan langkah antisipasi, upaya berjaga-jaga agar revolusi industri dan juga revolusi tehnologi  itu tidak membuat mudorot atau kerugian bagi kita.

.”Saya kira langkah yang paling bijak adalah mengembalikan pada nurani diri sendiri, ketika kita mendapatkan informasi maka takarlah, banyak manfaat atau mudorotnya. Ketika banyak mudorotnya hentikan sampai disitu,” ujarnnya.

Kiat-kiat seperti itu lanjutnya, dinilai lebih efektif untuk membentengi maraknya Disinformasi, berita bohong atau hoak yang seringkali memprovokasi orang untuk membuat orang mudah terpancing  selalu bermusuhan satu sama lain. ” Jadi kembalinya pada hati nurani kita masing-masing, kata kunci ketika bermedia sosial yang harus selalu kita ingat adalah Sharing and share, saring sebelum sebar.” tukasnya.

Begitupun ketika disinformasi itu mengarah pada diskursus keberagaman dan toleransi, media sosial acapkali menjadi medium paling mudah dimanfaatkan untuk kepentingan agitasi. “Persoalan etnis dan ras adalah persoalan sensitif, kitapun juga harus lebih selektif dalam menginformasikannya. Kebhinekaan itu harus kita jaga, karena  para pendahulu kita, kita sudah sepakat    membangun negeri ini dengan dasar persatuan dan kesatuan, kesamaan tekat untuk mewujutkan sebuah bangsa yang bersatu yang untuk tidak tercerai berai meskipun dengan latarbelakang perbedaan,” tandas Purwo.

Workshop Jurnalistik Pewarta Warga ini merupakan prakarsa Pemerintah desa Ngumbul, Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Pena dan Juga Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Pacitan. Kegiatan ini diikuti oleh Anggota KIM, Karang Taruna, Kelompok Perempuan dan Perangkat Desa Ngumbul. Hadir sebagai narasuber dari dinas Kominfo Kabupaten Pacitan dan Penggiat Pewarta Warga dari divisi Pendidikan PWI Cabang Pacitan. (Admin)kimpena.kabpacitan.id-Sesungguhnya platform media sosial hadir untuk menjembatani   komunikasi atau interaksi sosial antar warga. Tetapi yang terjadi kerap sebaliknya , orang sekarang lebih banyak menjadi anti sosial gara-gara media sosial.  Pesan itu disampaikan Purwo Sasongko, salah satu pembicara dari Dinas Kominfo Kabupaten Pacitan didepan peserta Workshop Jurnalistik Pewarta Warga “Melawan Disinformasi Menjaga Keberagaman” di Balai Desa Ngumbul, Kecamatan Tulakan Kabupaten Pacitan.Selasa (24/9/2019).

Menurutnya, media sosial sangat rentan dan mudah terdistorsi sehingga rawan munculnya disinformasi.  “Disinformasi sendiri adalah kabar bohong yang benar-benar bohong, mengada-ada,  menciptakan sesuatu yang benar-benar  tidak ada sama sekali, sepenuhnya  direkayasa, tanpa bukti, hanya karangan.

Kata bahasa Inggris disinformation adalah  pinjam terjemah dari kata bahasa Rusia  dezinformatsiya, berasal dari nama  sebuah departemen propaganda hitam KGB,” terang Purwo Sasongko.

Diakuinya, disinformasi dalam Jagat maya menjadi sebuah keniscayaan. Dampak munculnya revolusi industri dan juga revolusi tehnologi, telah menggeser pola prilaku, kebutuhan dasar masyarakatnnya. Realitasnnya sebagian besar masyarakat Indonesia masa kini telah menikmati kehidupan yang serba canggih dimana kita selalu terhubung dengan akses internet.

“Artinya kita tidak mungkin menghentikan itu semua, apalagi berbagai kemudahan ditawarkan,  Kita dapat dengan mudah mengakses beragam informasi terbaru baik dari portal berita maupun media sosial, mulai dari yang ringan hingga berat melalui gawai yang kita miliki.  Ibarat sudah menjadi kebutuhan primer, pengeluaran internet bahkan sudah masuk ke dalam anggaran pengeluaran rutin. Mau tidak mau, suka tidak suka kita itulah realitas yang harus kita hadapi saat ini,” ujarnya.

Yang musti disiapkan untuk menghadapi itu semua lanjut Purwo, adalah melakukan langkah antisipasi, upaya berjaga-jaga agar revolusi industri dan juga revolusi tehnologi  itu tidak membuat mudorot atau kerugian bagi kita.

.”Saya kira langkah yang paling bijak adalah mengembalikan pada nurani diri sendiri, ketika kita mendapatkan informasi maka takarlah, banyak manfaat atau mudorotnya. Ketika banyak mudorotnya hentikan sampai disitu,” ujarnnya.

Kiat-kiat seperti itu lanjutnya, dinilai lebih efektif untuk membentengi maraknya Disinformasi, berita bohong atau hoak yang seringkali memprovokasi orang untuk membuat orang mudah terpancing  selalu bermusuhan satu sama lain. ” Jadi kembalinya pada hati nurani kita masing-masing, kata kunci ketika bermedia sosial yang harus selalu kita ingat adalah Sharing and share, saring sebelum sebar.” tukasnya.

Begitupun ketika disinformasi itu mengarah pada diskursus keberagaman dan toleransi, media sosial acapkali menjadi medium paling mudah dimanfaatkan untuk kepentingan agitasi. “Persoalan etnis dan ras adalah persoalan sensitif, kitapun juga harus lebih selektif dalam menginformasikannya. Kebhinekaan itu harus kita jaga, karena  para pendahulu kita, kita sudah sepakat    membangun negeri ini dengan dasar persatuan dan kesatuan, kesamaan tekat untuk mewujutkan sebuah bangsa yang bersatu yang untuk tidak tercerai berai meskipun dengan latarbelakang perbedaan,” tandas Purwo.

Workshop Jurnalistik Pewarta Warga ini merupakan prakarsa Pemerintah desa Ngumbul, Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Pena dan Juga Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Pacitan. Kegiatan ini diikuti oleh Anggota KIM, Karang Taruna, Kelompok Perempuan dan Perangkat Desa Ngumbul. Hadir sebagai narasuber dari dinas Kominfo Kabupaten Pacitan dan Penggiat Pewarta Warga dari divisi Pendidikan PWI Cabang Pacitan. (Admin)

https://youtu.be/rS0mRf4W3LM

https://youtu.be/DwV2Hg2DwQs

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *