Asik Tanpa Denyut, Nyinyir tanpa Wajah

Suatu senja, mbah Kromo Cekikian sendiri, senyam-senyum sendiri sembari menatap layar Handphone androidnya. Ada perasaan was-was tiba-tiba menjangkiti batinnya. “aneh, mengapa kita cenderung asik tertawa sendiri, bercengkrama intim dengan kata-kata yang hanya mampu kita eja dan lihat. Senyam-senyum mengakrabkan diri dengan celotehan-celotehan kata demi kata yang terangkai tanpa ada ekpresi,…semprul tenan iki, tengah terjangkit apa aku ini….,” celetuk Mbah Kromo membatin.
Kali berikutnya, Mbah Kromo terlihat ngedumel,.. geram, isi pikirannya benar-benar dibuat pontang-panting. Emosinya seperti diaduk-aduk, khusnudzonnya seperti dianulir oleh tautan-tautan jahat yang memaksanya menelanjangi kalimat demi kalimat dalam pesan group watshap ‘cangkem bubrah’ miliknya …..”Isu kenaikan BBM di Goreng, BBM jenis Premium tak jadi naik tak ada isu yang bisa di Goreng….jualan wajah “bonyok” untuk pencitraan…”
Mbah Kromo pun tepuk jidat….iki piye maksute (Ini gimana maksudnya), apa kita ini sudah begitu bego ya? nyinyir begitu rupa, saling olok-olokan, dan begitu tiba-tibanya kita merasa berada pada pihak yang di fitnah, dan menganggap yang lainnya jadi tukang fitnah. Merasa dirinya paling benar, merasa dirinya paling teraniaya…..tanpa pernah menyadari bahwa sejatinya diri kita memiliki potensi serupa, dan itu naluriah….. bahwa sesungguhnya kita ini adalah manusia yang paling mudah tersentuh hatinya, menangis batinnya, dan ketika terpapar kedengkian, iri hati, ketidaknyamanan sanggup meluapkan emosi begitu rupa….”
Pikiran Mbah Kromo benar-benar dibuat mawut, serasa begitu pelik memetakan delik-delik informasi yang ditangkap inderanya. Era digital dinilainya telah menghadirkan polarisasi nilai yang terkadang susah dinalar. Tidak mudah diurai hanya dengan mengandalkan pasal-pasal. Kok pasal…. pranata, norma dan etika aja mampu disulap sedemikian rupa hingga tak lagi berbentuk dan hilang pamornya.
Bagaimana kita rasakan jejaring internet sanggup mengkoneksikan beragam opini, gambar, sketsa dan informasi kedalam jaringan otak kita hanya dengan sentuhan aplikasi. Parahnya lagi, kekuatan sebaran jejaring internet (dalam bentuk aplikasi sosial media dll) mampu menghadirkan imajinasi tanpa batas. Hingga kita begitu mudah terlena dalam fantatisme, heroisme, vulgarian dan fanatisme. Imbasnya, bagaimana sendi-sendi kehidupan kita mudah sekali dirasuki , disusupi dan dikoyak oleh perilaku-perilaku yang cenderung menyimpang, abu-abu dan ambigu.
Harus kita sadari bersama, komunikasi virtual tak hanya mampu menghadirkan kecepatan dan ketepatan namun juga acapkali gegabah dan prematur. Kita tentu sangat setuju sekali saat tehnologi informasi mampu mengubah segalanya jadi mudah. Kemudahan itu tentunya haruslah memiliki nilai positif yang membuat kita lebih berdaya dan memiliki hasil yang berguna. Tidak malah justru memanfaatkannya untuk hal-hal yang membuat orang lain menggerutu, saling menyalahkan dan membuat sekat-sekat.
Janganlah keasikan kita bermedia sosial, memanfaatkan komunikasi virtual itu hingga melupakan ruang interaksi kita yang penuh denyut, kehangatan dan keramahan. Kita harus bijak dalam bermedia sosial. (frend mashudi)